Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat
pesat dalam lima tahun terakhir ini telah membawa dampak kepada tingkat
peradaban manusia yang membawa suatu perubahan besar dalam membentuk pola dan
perilaku masyarakat. Kemajuan ilmu pengetahuan yang sangat pesat tersebut
antara lain terjadi pada bidang telekomunikasi, informasi, dan komputer.
Terlebih dengan terjadinya konvergensi antara telekomunikasi, informasi, dan
komputer. Dari fenomena konvergensi tersebut, saat ini orang menyebutnya
sebagai revolusi teknologi informasi.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat
pesat dalam lima tahun terakhir ini telah membawa dampak kepada tingkat
peradaban manusia yang membawa suatu perubahan besar dalam membentuk pola dan
perilaku masyarakat. Kemajuan ilmu pengetahuan yang sangat pesat tersebut
antara lain terjadi pada bidang telekomunikasi, informasi, dan komputer.
Terlebih dengan terjadinya konvergensi antara telekomunikasi, informasi, dan
komputer. Dari fenomena konvergensi tersebut, saat ini orang menyebutnya
sebagai revolusi teknologi informasi.
Pengertian
Kata telematika berasal dari istilah dalam bahasa Perancis TELEMATIQUE yang
merujuk pada bertemunya sistem jaringan komunikasi dengan teknologi informasi.
Istilah telematika merujuk pada hakekat cyberspace sebagai suatu sistem
elektronik yang lahir dari perkembangan dan konvergensi telekomunikasi, media
dan informatika.
Istilah Teknologi Informasi itu sendiri merujuk pada
perkembangan teknologi perangkat-perangkat pengolah informasi. Para praktisi
menyatakan bahwa TELEMATICS adalah singkatan dari TELECOMMUNICATION and
INFORMATICS sebagai wujud dari perpaduan konsep Computing and Communication.
Istilah Telematics juga dikenal sebagai {the new hybrid technology} yang lahir
karena perkembangan teknologi digital. Perkembangan ini memicu perkembangan
teknologi telekomunikasi dan informatika menjadi semakin terpadu atau populer
dengan istilah konvergensi. Semula Media masih belum menjadi bagian integral
dari isu konvergensi teknologi informasi dan komunikasi pada saat itu.
Konvergensi Bidang Telematika dan UU ITE di Indonesia
Hasil konvergensi di bidang telematika salah satunya adalah aktivitas dalam
dunia siber yang telah berimplikasi luas pada seluruh aspek kehidupan.
Persoalan yang muncul adalah bagaimana untuk penggunaannya tidak terjadi
singgungan-singgungan yang menimbulkan persoalan hukum. Pastinya ini tidak
mungkin, karena pada kenyataannya kegiatan siber tidak lagi sesederhana itu.
Kegiatan siber tidak lagi bisa dibatasi oleh teritori suatu negara dan aksesnya
dengan mudah dapat dilakukan dari belahan dunia manapun, karena itu kerugian
dapat terjadi baik pada pelaku internet maupun orang lain yang tidak pernah
berhubungan sekalipun misalnya dalam pencurian dana kartu kredit melalui
pembelanjaan di internet.
Meskipun secara nyata kita merasakan semua kemudahan dan
manfaat atas hasil konvergensi itu, namun bukan hal yang mustahil dalam
berbagai penggunaannya terdapat berbagai permasalahan hukum. Hal itu dirasakan
dengan adanya berbagai penggunaan yang menyimpang atas berbagai bentuk
teknologi informasi, sehingga dapat dikatakan bahwa teknologi informasi
digunakan sebagai alat untuk melakukan kejahatan, atau sebaliknya pengguna
teknologi informasi dijadikan sasaran kejahatan. Sebagai contoh misalnya, dari
suatu konvergensi didalamnya terdapat data yang harus diolah, padahal masalah
data elektronik ternyata sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan dan
dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik. Sehingga dampak
yang diakibatkannya pun bisa demikian cepat, bahkan sangat dahsyat.
Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi informasi,
maka pengaturan teknologi informasi tidak cukup hanya dengan peraturan
perundang-undangan yang konvensional, namun dibutuhkan pengaturan khusus yang
menggambarkan keadaan sebenarnya dari kondisi masyarakat, sehingga tidak ada
jurang antara substansi peraturan hukum dengan realitas yang berkembang dalam
masyarakat. Misalnya untuk kegiatan-kegiatan siber. Meskipun bersifat virtual,
kegiatan siber dapat dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang
nyata. Secara yuridis untuk ruang siber sudah tidak pada tempatnya lagi untuk
mengkategorikan sesuatu dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional untuk
dapat dijadikan objek dan perbuatan, sebab jika cara ini yang ditempuh akan
terlalu banyak kesulitan dan hal-hal yang lolos dari jerat hukum. Kegiatan
siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat
buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian subjek pelakunya harus
dikualifikasikan pula sebagai orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara
nyata.
Satu langkah yang dianggap penting untuk menanggulangi
masalah keamanan informasi adalah telah diwujudkannya rambu-rambu hukum yang
tertuang dalam Undang-undang Transaksi dan Informasi Elektronik (UU No. 11
Tahun 2008 yang disebut sebagai UU ITE). Hal yang mendasar dari UU ITE ini
sesungguhnya merupakan upaya mengakselerasikan manfaat dan fungsi hukum
(peraturan) dalam kerangka kepastian hukum.
Dengan UU ITE diharapkan seluruh persoalan terkini berkaitan dengan aktitivitas
di dunia maya dapat diselesaikan dalam hal terjadi persengketaan dan
pelanggaran yang menimbulkan kerugian dan bahkan korban atas aktivitas di dunia
maya. Oleh karena itu UU ITE ini merupakan bentuk perlindungan kepada seluruh
masyarakat dalam rangka menjamin kepastian hukum, dimana sebelumnya hal ini
menjadi kerisauan semua pihak, khususnya berkenaan dengan munculnya berbagai
kegiatan berbasis elektronik.
Di samping segala kelebihan dan manfaat dari Internet,
penggunaan jaringan global maya tersebut berpotensi memiliki dampak hukum yang
serius dan diperlukan langkah-langkah konkrit untuk mengatasi masalah yang
timbul sekaligus mengantisipasi berbagai masalah hukum di masa yang akan
datang. Dengan pendekatan hukum yang saat ini telah berdasar atas UU No. 11
Tahun 2008 tentang ITE, maka UU ITE merupakan bentuk upaya perlindungan kepada
masyarakat. Dan, setidaknya UU ITE mengatur dua hal yang amat penting, Pertama
: pengakuan transaksi elektronik dan dokumen elektronik dalam kerangka hukum
perikatan dan hukum pembuktian, sehingga kepastian hukum transaksi elektronik
dapat terjamin. Kedua: diklasifikasikannya tindakan-tindakan yang termasuk
kualifikasi pelanggaran hukum terkait penyalahgunaan TI disertai sanksi
pidananya termasuk untuk tindakan carding, hacking dan cracking.
Dengan diundangkannya UU ITE, bukan berarti seluruh
permasalahan yang terjadi di bidang telematika sudah selesai, masih banyak
persoalan yang harus juga diantisipasi, terutama atas hasil konvergensi yang pastinya
menimbulkan berbagai bentuk layanan virtual baru dan berbagai persoalan teknis
yang pastinya terus berkembang.
Untuk lebih memberikan pemahaman terhadap hukum, khususnya
terhadap produk-produk hukum yang sifatnya teknis seperti UU ITE, disamping harus
dilakukan diskusi-diskusi ilmiah, juga perlu dilakukan pembudayaan hukum
melalui sosialisasi yang intens yang ditujukan terhadap seluruh lapisan
masyarakat dan aparat penegak hukum.
Sumber:
http://www.djpp.depkumham.go.id/hukum-teknologi/668-dinamika-konvergensi-hukum-telematika-dalam-sistem-hukum-nasional.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-undang_Informasi_dan_Transaksi_Elektronik
Sumber:
http://www.djpp.depkumham.go.id/hukum-teknologi/668-dinamika-konvergensi-hukum-telematika-dalam-sistem-hukum-nasional.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-undang_Informasi_dan_Transaksi_Elektronik

.jpg)
No comments:
Post a Comment